Monday, October 11, 2010

Di Tengah Hujan

tulangku bergemeretak oleh kobaran dingin malam
sementara, kau membusuk di tengah canda tawa;
lelucon gombalmu meruap dari bergelas-gelas kenarsisan
seperti biasa, kata-katamu selalu berbau anyir,
hanya untukku lah kata-kata itu wangi dengan semerbak kebencian

aku bersorak gembira untuk sebuah derita
karena kesedihan sudah tak sudi berkawan -
tak mampu lagi kuhidangkan air mata untuknya

dan hujan terus memelukku mesra
ah, sejak kapan kata-katamu untukku tak lagi anyir
mungkin, karena kuselipkan sekuntum duri;
di sela percakapan kita, pada beranda profilmu,
atau sekedar di tatapan mataku
sehingga kau merasa perlu membalasnya,
dengan wangi kebencian,

ah, sudahlah
karena, walau hari ini tak ada kunang-kunang
lampu jalanan sudah menyala
dan api kehidupan telah disulut

tulangku bergemeretak oleh kobaran dingin malam
dan hujan terus memelukku mesra
ini saat yang menyenangkan - untuk melangkah pergi
diiringi cemooh rinai hujan
ditemani sinis tatapan lampu jalanan

tulangku bergemeretak oleh kobaran dingin malam
dan hujan tak pernah bosan memelukku mesra
penuh syukur kupanjatkan berjuta umpatan ke Langit
atas indahnya permusuhan kita

No comments:

Post a Comment